Kamis, 29 April 2010

PP No. 37 Tahun 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2004
TENTANG
LARANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik;
b. bahwa dalam Penjelasan Umum Undang-undang tersebut, antara lain disebutkan bahwa pegawai Negeri yang menjadi Anggota dan/atau pengurus Partai Politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat;
c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu mengatur Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik dengan Peraturan Pemerintah:
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945:
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4251);
4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihah Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994, Nomor 1);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4263);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LARANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Partai politik adalah partai politi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik adalah Pegawai Negeri Sipil yang terdaftar sebagai anggota dan/atau pengurus partai politik.

BAB II
LARANGAN DAN KEWAJIBAN

Pasal 2
(1) Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anngota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku terhitung mulai akhir bulan mengajukan pengunduran diri.

Pasal 4
(1) Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:
a. masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. sedang mengajukan upaya, banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil; atau
c. mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.
(2) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(3) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan.


Pasal 5
(1) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan tembusannya disampaikan kepada:
a. atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya pejabat struktural eselon IV;
b. pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian instansi yang bersangkutan; dan
c. pejabat yang bertanggung jawab dibidang keuangan instansi yang bersangkutan.
(2) Atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, wajib menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya tembusan pengunduran diri.
(3) Pejabat Pembina Kepegawaian sebagimana dimaksud dalam ayat (1), wajib mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Apabila sampai dengan jangka waktu 10 hari kerja sejak atasan langsung menerima surat pengunduran diri tidak memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian maka selambat-lambatnya 20 hari kerja sejak diterimanya surat pengunduran diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(5) Apabila setelah tenggang waktu sebagimana dimaksud dalam ayat (4) pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri pegawai Negeri Sipil tersebut dianggap dikabulkan.
(6) Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud ayat (5) sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam Pasal 6 Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengudurkan diri sebagimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1) Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan harus memberikan alasan secara tertulis sesuai dengan Pasal 4 ayat (1).
(2) Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 8
Keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil atau penangguhan pemberhentian sebagimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat lain yang berkepentingan.

Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri dan ditangguhkan pemberhentianya,tetapi tetap menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik

BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 10
Ketentuan dalam Peraturan Pemeintah ini berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 sampai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik, sudah mengajukan permohonan berhenti tetapi belum diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan April Tahun 2000 dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 sampai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik, tidak mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang sejak berlakunya Undang-undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik, sudah mengajukan permohonan berhenti tetapi belum diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pegawai Negeri Sipil yang sejak berlakunya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik, belum pernah mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) tidak berkewajiban untuk mengembalikan penghasilan yang terlanjur diterimanya.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4_ berkewajiban untuk mengembalikan penghasilan yang terlanjur diterimanya.

Pasal 13
Keputusan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14
Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 15
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 128.



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2004
TENTANG
LARANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

1. UMUM
Dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, antara lain disebutkan bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Dalam kedudukan dan tugas tersebut Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri dimaksud maka Pegawai Negeri dan/atau Pengurus Partai Politik.
Selanjutnya, dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tersebut, antara lain ditegaskan, bahwa dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya, maka Pegawai Negeri dilarang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik. Oleh karena itu, Pegawai Negeri yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri.
Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
Berdasarkan hal-hal tersebut, untuk menegakkan supremasi hukum dan wibawa Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri, perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik. Peraturan Pemerinatah ini pada pokoknya mengatur prosuder pengunduran diri dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik.


II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa sebelum seseorang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Namun demikian, pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan apabila terdapat alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, namun penangguhan tersebut tidak meniadakan proses pemberhentiannya atau yang bersanguktan tidak dapat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Berdasarkan tembusan permohonan pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang keuangan instani yang bersangkutan, menghentikan pembayaran gaji terhitung mulai tanggal 1 bulan berikutnya dari tanggal permohonan pengunduran diri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Karena "dianggap dikabulkan ",maka Pegawai Negeri Sipil tersebut sudah dapat menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa harus menunggu keputusan pemberhentiannya, dan proses administrasi pemberhentian dengan hormat tetap harus dilakukan.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas


Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diberlakukan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah, karena sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 11
Hak-hak kepegawaian bagi:
- Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun berhak menerima pensiun, tunjangan hari tua dan tabungan perumahan apabila belum pernah menerima bantuan dari program tabungan perumahan.
- Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat tanpa hak pensiun dan diberhentikan tidak dengan hormat berhak menerima pengembalian nilai tunai iuran pensiun, tunjangan hari tua dan tabungan perumahan apabila belum pernah menerima bantuan dari program tabungan perumahan.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pengembalian penghasilan yang terlanjur diterima termasuk gaji dan tunjangan jabatan, terhitung sejak akhir bulan yang bersangkutan menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4440.

PP No. 32 Tahun 1979

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, dipandang tidak sesuai dengan kadaaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL .

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil ;
b. pemberhentian dari jabatan Negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi Negara , tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil ;
c. hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang di luar kemauan dan kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia;
d. batas usia pensiun adalah batas usia Pegawai Negeri Sipil harus di berhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
BAB II
PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama
Pemberhentian atas Permintaan Sendiri
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .
(2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas yang mendesak.
(3) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 3
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .
(2) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah 56 (lima puluh enam) tahun.

Pasal 4
(1) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu.
(2) Perpanjangan batas usisa pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sampai dengan :
a. 65 (enam puluh lima) tahun bagu Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan:
1. Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh dibidang penelitian;
2. Guru Besar, Lektor Kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh pada perguruan tinggi;
3. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan:
1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung;
2. Jaksa Agung ;
3. Pimpinan Kesekretaiatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara ;
4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen ;
5. Sekretaris Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan di Departemen ;
6. Eselon I dalam jabatan struktural yang tidak termasuk dalam angka 2, 3, dan 4;
7. Eselon II dalam jabatan struktural ;
8. Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai dengan profesinya;
9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama;
11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik Pendidikan Agama;
12. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Dasar;
13. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden ;
c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan:
1. Hakim pada Mahkamah Pelayaran;
2. Hakim pada Pengadilan Tinggi;
3. Hakim pada Pengadilan Negeri;
4. Hakim Agama pada Pangadilan Agama Tingkat Banding;
5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama;
6. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden .

Pasal 5
Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan 1 (satu) tahun sebelum ia mencapai batas usia pensiun tersebut.

Bagian Ketiga
Pemberhentian Karena Adanya
Penyederhanaan Organisasi

Pasal 6
Apabila ada penyederhanaan suatu organisasi Negara yang mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan kepada satuan organisasi lainnya.

Pasal 7
Apabila penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak mungkin dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari jabatan Negeri dengan mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Pemberhentian Karena Melakukan
Pelanggaran/tindak Pidana/Penyelewengan

Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena:
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, smpah/janji jabatan negeri atau peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil ; atau
b. dihukum penjara, berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam dengan pidana yang lebih berat.

Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena:
a. melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
b. melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau Pemerintah .

Bagian Kelima
Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani atau Rohani

Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila berdasarkan surat keterangan Team Penguji Kesehatan dinyatakan:
a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena kesehatannya; atau
b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan atau lingkungan kerjanya ; atau
c. setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.
Bagian Keenam
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas

Pasal 12
(1) Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus-menerus, dihentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, dapat :
a. ditugaskan kembali apabila ketidak hadirannya itu karena ada alasan-alasan yang dapat diterima; atau
b. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila ketidak hadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja, jika ia ditugaskan kembali.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) yang dalam waktu 6 (enam) bulan terus-menerus menggalkan tugasnya secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Bagian Ketujuh
Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang

Pasal 13
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Pasal 14
(1) Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang.
(2) Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat oleh pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan atau berita acara dari pejabat yang berwajib.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembli sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh terhitung sejak meninggal dunia dengan memperhitungkan hak-hak Kepegawaian yang telah diterima oleh keluarganya.

Bagian Kedelapan
Pemberhentian Karena Hal-hal Lain


Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .
(2) Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, tetapi dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
HAK-HAK KEPEGAWAIAN
Bagian Pertama
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil
Yang Diberhentikan Dengan Hormat

Pasal 16
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil , diberikan hak-hak Kepegawaian berdasaerkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11 huruf b, dan huruf c dan Pasal 15 ayat (2):
a. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun, apabila telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lilma puluh ) tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
b. diberhentikan dengan hhormat dari Jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, apabila balum memenuhi syarat-syarat usia dan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun:
a. tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Team Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan;
b. jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun, apabila oleh Team Penguji kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang bukan disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan.


Pasal 18
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak atas pensiun apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

Bagian Kedua
Uang Tunggu

Pasal 19
(1) Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun.

Pasal 20
(1) Besarnya uang tunggu adalah:
a. 80 % (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun pertama;
b. 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahun-tahun selanjutnya.
(2) Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari Jabatan negeri.

Pasal 21
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan:
a. melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali selambat-lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian uang tunggu;
b. senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu Jabatan Negeri;
c. meminta izin lebih dahulu kepada pimpinan instansinya, apabila mau pindah alamat di luar wilayah pembayaran.

Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diangkat kembali dalam jabatan Negeri apabila ada lowongan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang menolak untuk diangkat kembali dalam jabatan Negeri, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan yang bersangkutan menolak untuk diangkat kembali.

Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang diangkat kembali dalam suatu jabatan Negeri, dicabut pemberian uang tunggunya terhitung sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Pasal 25
Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut uang tunggu, adalah pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan memberhentikan dari jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 26
Pegawai Negeri Sipil yang akan mencapai usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sebelum diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun , dapat dibebaskan dari jabtannya untuk paling lama 1 (satu) tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27
(1) Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, pada saat ia mencapai batas usia pensiun, dihentikan pembayaran gajinya.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
(3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, apabila diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
(4) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan suatu tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 28
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak Kepegawaian berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pasal 29
Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil , berlaku terhitung sejak akhir bulan pemberhentian yang bersangkutan.

Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah mencapai usia 56 (llima puluh enam) tahun atau lebih, tetapi belum dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi mereka.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden .

Pasal 32
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara .

Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan Yang Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang Tidak Atas Kemauan Sendiri Diberhentikan Dengan Hormat Dari Pekerjaanya (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 93);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1958 tentang Peremajaan Alat-alat Negara (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1686);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 239 Tahun 1961 tentang Pemberian Penghasilan Kepada Pegawai-pegawai Negeri Yang Berhutang Dengan “Retooling” Diberikan Dengan Hormat Dari Jabatannya/Jabatan Negeri (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2364);
d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 34
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengtahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia .


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1979
MENTERI / SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SUDHARMONO, SH.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 NOMOR 47.


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM
Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan , dan materinyapun ada yang tidak sesuai dengan keadaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur berbagai ketentuan tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan jiwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian .
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka syarat-syarat dan cara-cara pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menjadi lebih jelas dan seragam. sehingga memudahkan pelaksanaan tugas para pejabat yang berwenang .

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .
Ayat (2)
Penundaan atas permintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil , hanyalah didasarkan semata-mata untuk kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya dengan berhentinya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan sangat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. Permintaan berhenti yang dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun , antara lain adalah permintaan berhenti dari Pegawai Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas yang penting. Penundaan ini dilakukan untuk paling lama 1 (satu) tahun, sehingga dengan demikian pimpinan instansi yang bersangkutan dapat mempersiapkan penggantinya.
Ayat (3)
Permintaan berhenti yang dapat ditolak, antara lain adalah pemintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan ikatan dinas, wajib militer, dan lain-lain yang serupa dengan itu.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ditinjau dari sudut fisik, pada umumnya usia 56 (lima puluh enam) tahun adalah merupakan batas usia seorang Pegawai Negeri Sipil mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna.

Pasal 4
Ayat (1)
Bagi jabatan-jabatan tertentu, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keahlian dan pengalaman yang matang. Pegawai Negeri Sipil yang demikian pada umumnya sangat terbatas jumlahnya, dan sebagian terdiri dari mereka yang telah berusia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih. Berhubung dengan itu maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas, batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu itu dapat diperpanjang dengan memperhatikan keadaan kesehatannya.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang tidak lagi memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dan tidak ada rencana untuk diangkat lagi dalam jabatan yang sama atau jabatan yang lebih tinggi, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .

Pasal 5
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dilakukan secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk semua golongan. Jangka waktu 1 (satu0 tahun itu dipandang cukup bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Dalam waktu 1 (satu) tahun itu, pimpinan instansi yang bersangkutan harus sudah menyelesaikan segala sesuatu yang menyangkut tata usaha Kepegawaian , sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat menerima hak-haknya tepat pada waktunya.

Pasal 6
Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu satuan organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok, sehingga dengan demikian dapat dicapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya.
Perubahan satuan organisasi Negara adakalanya mengakibatkan kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi hal yang sedemikian, maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu disalurkan pada satuan organisasi Negara yang lainya.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat, satu dan lain hal tergantung pada pertimbangan pejabat yang berwenang atas berat atau ringannya perbuatan yang dilakukan dan besar atau kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu.
a. Sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/janji Jabatan Negeri, dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil wajib ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah ternyata melanggar sumpah/janji atau melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang berat dan menurut pertimbangan atasan yang berwenang tidak dapat diperbaiki lagi, dapat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
b. Pada dasarnya, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau diancam pidana yang lebih berat adalah merupakan tindak pidana kejahatan yang berat.
Meskipun maksimum ancaman pidana terhadap suatu tindak pidana telah ditetapkan, namun pidana yang dijatuhkan/diputuskan oleh Hakim terhadap jenis tindak pidana itu dapat berbeda-beda sehubungan dengan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan dan atau besar kecilnya akibat yang ditimbulkannya.
Berhubung dengan itu, maka dalam mempertimbangkan apakah Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak pidana kejahatan itu akan diberhentikan atau tidak atau apakah akan diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat, haruslah dipertimbangkan faktor-faktor yang mendorong Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu, serta harus pula dipertimbangkan berat ringannya keputusan Pengadilan yang dijatuhkan.

Pasal 9
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi pidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan sesuatu tindak pidana sebagaimana dimaksud ddalam pasal ini, harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya dijatuhi pidana percobaan.
Huruf a
Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan kepercayaan dari Negara yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaanya, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Tindak pidana kejahatan jabatan yang dimaksud, antara lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 sampai dengan Pasal 436 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Huruf b
Tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 KUHP, adalah tindak pidana kejahatan yang berat, karena tindak pidana kejahatan itu, adalah tindak pidana kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan yang melanggar martabat Presiden dan Wakil Presiden , kejahatan terhadap Negara dan Kepala Negara/Wakil Kepala Negara sahabat, kejahatan mengenai perlakuan kewajian Negara, hak-hak Negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum.
Berhubung dengan itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat.

Pasal 10
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah malakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau Pemerintah sudah menyalahi sumpahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil yang demikian harus diberhentikan tidak dengan hormat. Usaha atau kegiatan mana yang merupakan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945, serta kegiatan atau gerakan mana yang merupakan kegiatan atau gerakan yang menentang Negara dan atau Pancasila, diputuskan oleh Presiden .

Pasal 11
Huruf a
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa keadaan kesehatan jasmani dan atau rohani yang bersangkutan sudah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan negeri.
Huruf b
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat keterangan Team Penguji Kesehatan bahwa yang bersangkutan menderita penyakit atau kelainan yang sedemikian rupa, sehingga apabila ia dipekerjakan terus dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil yang menderita penyakit jiwa yang berbahaya.
Huruf c
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang setelah berakhirnya cuti belum mampu bekerja kembali, yang dinyatakan dengan surat keterangan Team Penguji Kesehatan.

Pasal 12
Ayat (1)
yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak sah adalah meninggalkan tugas tanpa izin dari pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dapat ditugaskan kembali atau dapat pula diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil .
Huruf a
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat ditugaskan kembali setelah lebih dahulu dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b
Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah itu tidak dapat diterima oleh pejabata yang berwenang, atau apabila menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mungkin mengganggu suasana atau disiplin kerja apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan kembali, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai pada bulan dihentikan pembayaran gajinya.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 13
Untuk kelengkapan tata usaha Kepegawaian, maka pimpinan instansi yang bersangkutan membuat surat keterangan meninggal dunia.

Pasal 14
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas) bulan, dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih tetap bekerja oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainya yang berhak diterimanya diterimakan kepada keluarganya, yaitu isteri, suami, atau anak yang sah. Apabila setelah jangka waktu 12 (dua belas) bulan Pegawai Negeri Sipil yang hilang itu belum juga diketemukan, maka ia dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan kedua belas dan kepada keluarganya diberikan uang duka wafat atau uang duka tewas dan hak-hak Kepegawaian lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hak-hak Kepegawaian yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, tidak termasuk uang duka wafat atau uang duka tewas.

Pasal 15
Ayat 1)
Yang dimaksud dengan instansi induk, adalah Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretaiatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Daerah Otonom, dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden .
Ayat (2)
Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat berupa pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pemberhentian dengan hormat dari jabatan negeri. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 17.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun.
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, tetapi belum mencapai batas usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberian pensiunnya ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut belum memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.


Pasal 19
Ayat (1)
Kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan, pemberian uang tunggu setiap kali ditetapkan untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar untuk pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian pelaksanaan pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri.
Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji berkala digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu.

Pasal 22
Huruf a
Pelaporan diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, dilakukan melalui saluran hierarki.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dilakukan dengan memperhatikan keahlian, pengalaman, dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah semua penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali tunjangan jabatan.

Pasal 27
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu tindak pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan apakah ia bersalah atau tidak.
Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan pemberhentian sementara, ia menerima bahagian gajinya. Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian sementara ia mencapai batas usia pensiun, maka pembayaran bahagian gajinya dihentikan, sehingga dengan demikian dapat dihendarkan kemungkinan kerugian terhadap keuangan Negara .
Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan setelah ada keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 28 sampai dengan Pasal 34
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3149.

PP No. 30 Tahun 1980

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil;

b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3021).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

a. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban. larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil.
b. pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja;
c. hukuman disiplin adalah hukkuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
d. pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil;
e. atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum;
f. perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan;
g. peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.


BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 2

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib:
a. setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah , dan Pegawai Negeri Sipil ;
d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
f. memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
g. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab;
h. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara;
i. memelihara dan meningkatakan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/ Pemerintah , terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
k. mentaati ketentuan jam kerja;
l. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
n. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. bertindak den bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
p. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
r. mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;
t. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
v. hormat menghormati antara warganegara yang memeluk Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
w. menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat ;
x. mentaati perintah peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
y. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang ;
z. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Pasal 3

(1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang:

a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. menyalahgunakan wewenangnya;
c. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik Negara;
e. memiliki, menjual, membeli, menggandaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;
f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;
g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;
h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
i. memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihat yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. memiliki saham suatu perusahaanyang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;
r. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;

(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang;

BAB III
HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Pertama
Pelanggaran Disiplin

Pasal 4

Setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan struktural 3 adalah pelanggaran disiplin ;
Pasal 5

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 6

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari:
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan dari jabatan;
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan
d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.






Bagian Ketiga
Pejabat Yang Berwenang Menghukum
Pasal 7

(1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah:
a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang:
1. berpangkat Pembina tingkat I golongan ruang IV/b ke atas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d;
2. memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam :
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;

2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf d;
2. Pasal 6 ayat 94) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
3. Pasal 6 ayat 94) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huiruf b.

(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri /Sekretaris Negara .
(3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 8

Pejabat yang berwenang menghukum sebagiamana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 94) huruf c dan huruf d dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
b. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu;
c. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat didelegasikan pada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
d. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
e. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4) huruf a dan huruf b dapat didelegasikan pada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eslon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;

Bagian Keempat

Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian
Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 9
(1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu;
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. secara tertulis apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).

(3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.

Pasal 10

Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila dipandangnya perlu.

Pasal 11

Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin .

Pasal 12

(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin .
(2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Pasal 14

(1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan huruf c dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Penyampaian hukunan disiplin dilakukan secara tertutup.






Bagian Kelima
Keberatan atas Hukuman Disiplin

Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak dapat mengajukan keberatan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut.

Pasal 16

(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), diajukan secara tertulis melalui saluran kirarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu.

Pasal 17

(1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan.
(2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tidak dapat diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d.

Pasal 18

Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.

Pasal 19

(1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin , maka pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai ia menerima surat keberatan itu.

Pasal 20

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin , wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
(2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin , dan atau orang lain yang dianggap perlu.

Pasal 21

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan keberatan.

Bagian Keenam
Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 22

(1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada yang bersangkutan.
(2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4):
a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelimabelas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
b. apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
c. jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin , maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.


BAB IV
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

Pasal 23

(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden .

Pasal 24

(1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil kepadanya.
(2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 25

Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungan masing-masing.

Pasal 26

Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) huruf a dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin .

Pasal 27

(1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi:
a. Calon Pegawai Negeri Sipil ;
b. Pegawai bulanan di samping pensiun.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil,
(3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan di samping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.

Pasal 28

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.








BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan lainya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 32

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.


SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980

MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUDHARMONO,SH.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1980 NOMOR 50









PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980

TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN UMUM

Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan Nasional, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain daripada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tentang tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan pnyampaian hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.

Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelangagran disiplin itu.

Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.


PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya.

Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.

Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.
Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Apabila seorang atasan menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin , bukan hukuman disiplin.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Huruf c

Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.


Ayat (3)

Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk gaji berkala berikutnya.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.

Apabila dalam mas menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin.


Huruf c

Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan untuk sekurang-kurangnya 6 9enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipertimbangkan.

Ayat (4)

Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengansurat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum.



Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangakt Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali pada pangkat yang semula.

Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitungsebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat berikutnya.

Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan pada pangkat semula.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh kecuali tunjangan jabatan.

Huruf c

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan diberikan hak pensiun.

Huruf d

Cukup Jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik Negara, badan-badan internasional yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain, adalah pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan.

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.


Huruf d

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan pada perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

Huruf e

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.

Yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang menghukum dari instansi induk masing-masing.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.



Pasal 8

Cukup Jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan ia melakukan pelanggaran disiplin itu.

Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa alasan yang sah, maka dibuat panggilan kedua. Panggilan pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang panggilan kedua harus dibuat secara tertulis.

Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya haurs pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat panggilan.

Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak juga memenuhi panggilan kedua, maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya.


Ayat (2)

Huruf a

Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup dilakukan secara lisan.

Huruf b

Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita acara, sehingga dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan.


Ayat (3)

Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan.

Pasal 10

Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dalam rangka usaha untuk menjamin obyektivitas.

Pasal 11

Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum, tetapi untuk mempercepat pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.

Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau tertulis.

Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus melakukan sendiri pemeriksaan tersebut.

Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.





Pasal 12

Ayat (1)

Cukup Jelas.


Ayat (2)

Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang dilakukannya.

Pasal 13

Ayat (1)

Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.

Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat diterima oleh rasa keadilan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Hukuman disiplin disampaikan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang berwenang menghukum. Pemnyampaian hukuman disiplin itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain asalkan pengkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dihukum.
Pasal 15

Ayat (1)

Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah selesai dijalankan segera setelah hukuman disiplin itu dijatuhkan, oleh sebab itu tidak dapat diajukan keberatan.

Ayat (2)

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum apabila menuru pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kuarng setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar.

Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut,. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Alasan-alasan keberatan harus dibuat dengan jelas dan lengkap.

Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Keberatan atas hukuman disiplin diajukan malalui saluran hirarki, oleh sebab itu harus melalui pejabat yang berwenang menghukum. Pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu.

Ayat (2)

Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum mengirimkan sekaligus tanggapan, surat keberatan, dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum.
Pasal 20

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahan-bahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan.

Pasal 21

Ayat (1)

Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum baik dalam arti memperingan, memberatkan, atau membatalkan hukuman disiplin tersebut.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal ini berarti ia menerima keputusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus dijalankannya mulai hari ke 15 (lima belas).

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terutama dalam rangka usaha menyelamatkan kekayaan Negara, maka jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b perlu dilaksanakan dengan segera.

Pasal 23 sampai dengan Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-baiknya, maka para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d wajib mengikuti dan memperhatikan keadaan yang berlangsung dalam lingkungannya masing-masing dan mengambil tindakan yang diperlukan tepat pada waktunya. Dalam hubungan ini maka para pejabat tersebut dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing, apabila ia mempunyai alasan-alasan yang kuat yang didasarkan pada keterangan-keterangan dan atau bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan.

Pasal 26 sampai dengan Pasal 32

Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3176

PP No. 4 Tahun1966

PERATURAN PEMERINTAH NO. 4 TAHUN 1966

TENTANG
PEMBERHENTIAN/PEMBERHENTIAN SEMENTARA
PEGAWAI NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa berhubung dengan berlakunya Undang-undang pokok Kepegawaian (Undang-undang No. 18 Tahun 1961 Lembaran Negara Tahun 1961 No. 263) peeraturan-peraturan lama tentang pemberhentian/pemberhentian untuk sementara waktu bagi Pegawai Negeri Sipil perlu ditinjau kembali dan diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Pokok Kepegawaian tersebut;

Mengingat : a. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar;
b. Pasal 7 Undang-undang No. 18 Tahun 1961 (ln Tahun 1961 No. 263);

Mendengar : Presidium Kabinet Dwikora;

MEMUTUSKAN:

Pertama : Mencabut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 No. 13);
Kedua : Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERHENTIAN/
PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI

Pasal 1
Yang dimaksud dengan pegawai Negeri menurut peraturan ini adalah mereka, yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diangkat, digaji menurut Peraturan Pemerintah yang berlaku dan dipekerjakan dalam suatu jabatan Negeri oleh pejabat Negara atau Badan Negara yang berwenang .

Pasal 2
(1) Untuk kepentingan peradilan seorang pegawai Negeri yang didakwa telah melakukan suatu kejahatan/pelanggaran jabatan dan berhubung dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara.
(2) Ketentuan menurut ayat (1) pasal ini dapat pula diperlakukan terhadap seorang pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atas hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu.

Pasal 3
Seorang pegawai Negeri harus diberhentikan jika ia terbukti telah melakukan penyelewengan terhadap ideologi dan haluan Negara atau ia terbukti dengan sadar dan/atau sengaja telah melakukan sesuatu yang merugikan kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara .

Pasal 4
(1) Kepada seorang Pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut Pasal 2 ayat (1) peraturan ini:
a. Jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa ia telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 50% lima puluh perseratus dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
(2) Kepada seorang pegawai negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (2) peraturan ini mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
(3) Bagian gaji dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) di atas sejumlah paling rendah Rp. 200,- (dua ratus rupiah) sedangkan pecahan rupiah dibulatkan menjadi satu rupiah.

Pasal 5
Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji menurut pasal 4 di atas mendapat tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan rumah, dan lain-lain kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar bagian gaji yang diterimanya.


Pasal 6
Untuk menghindarkan kerugian bagi keuangan Negara , maka perkara yang menyebabkan seorang Pegawai Negeri dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 peraturan ini, harus diperiksa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar dapat diambil keputusan yang tepat terhadap diri pegawai yang bersangkutan.

Pasal 7
(1) Jika sesudah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib seorang pegawai negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) peraturan ini ternyata tidak bersalah, maka pegawai itu harus segera diangkat dan dipekerjakan kembali pada jabatannya semula.
Dalam hal yang demikian maka selama masa diberhentikan untuk sementara ia berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan dengan jabatannya.
(2) Jika sesudah pemeriksaan dimaksud pegawai yang bersangkutan ternyata bersalah, maka:
a. terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara menurut pasal 2 ayat (1) harus diambil tindakan pemberhentian, sedangkan bagian gaji berikut tunjangan-tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali.
b. terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian semsntara menurut pasal 2 ayat (2) jika perlu diambil tindakan harus diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan.keputusan Hakim yang mengambil keputusan dalam perkara yang menyangkut diri pegawai yang bersangkutan.

Dalam hal ini, maka mengenai gaji serta penghasila-penghasilan lain diperlukan ketentuan seperti tertera dalam ayat (1) dan (2) sub a pasal ini.

Pasal 8
Pemberhentian seorang pegawai negeri berdasarkan peraturan ini ditetapkan mulai akhir bulan keputusan Pengadilan atas perkaranya mendapat kekuatan pasti.

Pasal 9
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia .

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Pebruari 1066
PRESIDEN Republik Indonesia ,
ttd.

SUKARNO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Pebruari 1966

SEKRETARIS NEGARA ,
MOHD. ICHSAN.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NO. 7






PEJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NO. 4 TAHUN 1966
tentang
PEMBERHENTIAN/PEMBERHENTIAN SEMENTARA
PEGAWAI NEGERI

UMUM

Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Kepegawaian (Undang-undang No. 18 Tahun 1961, LTN 1961 No. 263), maka ketentuan-ketentuan lama tentang pemberhentian dari pekerjaan untuk sementara waktu dan pemberhentian dari jabatan Negeri sambil menunggu keputusan lebih lanjut bagi Pegawai Negeri Sipil (Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1952, Lembaran Negara Tahun 9152 No. 13) perlu ditinjau kembali dan diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 18 Tahun 961 tersebut.
Berbeda dengan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1952 yang sifatnya terlalu luas, Undang-undang Pokok Kepegawaian tegas menetapkan, bahwa seorang pegawai negeri hanya dapat dikenakan pemberhentian sementara untuk kepentingan peradilan.
Dengan demikian, maka Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan pemberhentian sementara pegawai negeri berdasarkan Undang-undang Np. 18 Tahun 1961, terutama bertujuan mengamankan kepentingan peradilan cq kepentingan jawatan.
Namun tidaklah berarti, bahwa kepentingan pegawai dikesampingkan. Dilihat dari segi kedudukan hukum pegawai justru diberikan pedoman-pedoman yang lebih tegas baik bagi penguasa maupun bagi para pegawai sendiri untuk dijadikan pegangan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang ini, sehingga kemingkinan akan terjadinya di dalam praktek tidakan-tindakan yang didasarkan atas penafsiran yang keliru/kurang tepat, adalah menimal sekali.

PEJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)
a. Cukup jelas.
b. Di dalam praktek mungkin terjadi, bahwa pihak yang berwajib sudah mengenakan tahanan sementara terhadap diri seorang pegawai, sedangkan pimpinan pegawai itu sendiri sebetulnya belum mendapatkan petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan, bahwa yang bersangkutan telah melakukan kejahatan/pelanggaran yang didakwakan atas dirinya. Ketentuan dalam ayat ini menghindarkan, bahwa pegawai yang demikian itu, yang kemudian ternyata tidak bersalah, terlanjur telah dikenakan tindakan yang terlalu merugikan baginya. Sebaliknya jika tindakan yang terlalu merugikan ternyata terdapat bukti-bukti yang jelas bahwa pegawai yang bersangkutan memang telah melakukan kejahatan/pelanggaran, maka terhadapnya dengan sendirinya diperlukan ketentuan pasal 4 , (1) a.

(2) Ketentuan dalam ayat ini secara tegas mengadakan perbedaan antara pegawai yang melakukan suatu kejahatan/pelanggaran jabatan dan pegawai yang melakukan pelanggaran jabatan dan pegawai yang tidak menyangkut pada jabatannya.
(3) Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Pasal ini bertujuan membatasi kejadian-kejadian dalam praktek di mana seorang pegawai yang dikenakan tahanan sementara, selama berbulan-bulan belum saja diperiksa sebagaimana mestinya, sehingga keuangan Negara secara tidak wajar dibebani terus dengan pembayaran sebagaian dari penghasilannya.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 2797