Kamis, 29 April 2010

PP No. 30 Tahun 1980

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980
TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil;

b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3021).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

a. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban. larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil.
b. pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja;
c. hukuman disiplin adalah hukkuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
d. pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil;
e. atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum;
f. perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan;
g. peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.


BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 2

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib:
a. setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah , dan Pegawai Negeri Sipil ;
d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
f. memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
g. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab;
h. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara;
i. memelihara dan meningkatakan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/ Pemerintah , terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
k. mentaati ketentuan jam kerja;
l. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
n. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. bertindak den bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
p. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
r. mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;
t. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
v. hormat menghormati antara warganegara yang memeluk Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
w. menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat ;
x. mentaati perintah peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
y. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang ;
z. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Pasal 3

(1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang:

a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. menyalahgunakan wewenangnya;
c. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik Negara;
e. memiliki, menjual, membeli, menggandaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;
f. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;
g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;
h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
i. memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihat yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. memiliki saham suatu perusahaanyang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;
r. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;

(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang;

BAB III
HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Pertama
Pelanggaran Disiplin

Pasal 4

Setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan struktural 3 adalah pelanggaran disiplin ;
Pasal 5

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 6

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari:
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
b. pembebasan dari jabatan;
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan
d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.






Bagian Ketiga
Pejabat Yang Berwenang Menghukum
Pasal 7

(1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah:
a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang:
1. berpangkat Pembina tingkat I golongan ruang IV/b ke atas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d;
2. memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam :
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;

2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf d;
2. Pasal 6 ayat 94) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
3. Pasal 6 ayat 94) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan pemberhentiannya berada di tangan Presiden;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas;
e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huiruf b.

(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri /Sekretaris Negara .
(3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 8

Pejabat yang berwenang menghukum sebagiamana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 94) huruf c dan huruf d dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
b. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu;
c. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat didelegasikan pada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
d. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;
e. untuk menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4) huruf a dan huruf b dapat didelegasikan pada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eslon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu;

Bagian Keempat

Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian
Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 9
(1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu;
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. secara tertulis apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).

(3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup.

Pasal 10

Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila dipandangnya perlu.

Pasal 11

Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin .

Pasal 12

(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin .
(2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Pasal 14

(1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan huruf c dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(4) Penyampaian hukunan disiplin dilakukan secara tertutup.






Bagian Kelima
Keberatan atas Hukuman Disiplin

Pasal 15

(1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak dapat mengajukan keberatan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut.

Pasal 16

(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), diajukan secara tertulis melalui saluran kirarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu.

Pasal 17

(1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan.
(2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tidak dapat diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d.

Pasal 18

Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.

Pasal 19

(1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin , maka pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai ia menerima surat keberatan itu.

Pasal 20

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin , wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu.
(2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin , dan atau orang lain yang dianggap perlu.

Pasal 21

(1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat yang berwenang menghukum.
(2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan keberatan.

Bagian Keenam
Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 22

(1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada yang bersangkutan.
(2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4):
a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelimabelas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
b. apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b;
c. jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
(3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin , maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.


BAB IV
BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

Pasal 23

(1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden .

Pasal 24

(1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil kepadanya.
(2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 25

Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungan masing-masing.

Pasal 26

Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) huruf a dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin .

Pasal 27

(1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi:
a. Calon Pegawai Negeri Sipil ;
b. Pegawai bulanan di samping pensiun.
(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil,
(3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan di samping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.

Pasal 28

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 29

Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.








BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan lainya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 32

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.


SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 1980

MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUDHARMONO,SH.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1980 NOMOR 50









PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 1980

TENTANG
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN UMUM

Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan Nasional, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain daripada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tentang tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan pnyampaian hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.

Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelangagran disiplin itu.

Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan.


PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya.

Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.

Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.
Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Apabila seorang atasan menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin , bukan hukuman disiplin.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.

Huruf c

Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.


Ayat (3)

Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum.

Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk gaji berkala berikutnya.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya.

Apabila dalam mas menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin.


Huruf c

Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan untuk sekurang-kurangnya 6 9enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipertimbangkan.

Ayat (4)

Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengansurat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum.



Huruf a

Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangakt Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali pada pangkat yang semula.

Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitungsebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat berikutnya.

Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan pada pangkat semula.

Huruf b

Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh kecuali tunjangan jabatan.

Huruf c

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan diberikan hak pensiun.

Huruf d

Cukup Jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik Negara, badan-badan internasional yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain, adalah pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan.

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.


Huruf d

Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan pada perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

Huruf e

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.

Yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang menghukum dari instansi induk masing-masing.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.



Pasal 8

Cukup Jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan ia melakukan pelanggaran disiplin itu.

Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa alasan yang sah, maka dibuat panggilan kedua. Panggilan pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang panggilan kedua harus dibuat secara tertulis.

Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya haurs pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat panggilan.

Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak juga memenuhi panggilan kedua, maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya.


Ayat (2)

Huruf a

Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup dilakukan secara lisan.

Huruf b

Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita acara, sehingga dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan.


Ayat (3)

Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan.

Pasal 10

Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dalam rangka usaha untuk menjamin obyektivitas.

Pasal 11

Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum, tetapi untuk mempercepat pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.

Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau tertulis.

Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus melakukan sendiri pemeriksaan tersebut.

Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.





Pasal 12

Ayat (1)

Cukup Jelas.


Ayat (2)

Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang dilakukannya.

Pasal 13

Ayat (1)

Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.

Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat diterima oleh rasa keadilan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Hukuman disiplin disampaikan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang berwenang menghukum. Pemnyampaian hukuman disiplin itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain asalkan pengkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dihukum.
Pasal 15

Ayat (1)

Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah selesai dijalankan segera setelah hukuman disiplin itu dijatuhkan, oleh sebab itu tidak dapat diajukan keberatan.

Ayat (2)

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum apabila menuru pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kuarng setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar.

Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut,. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Alasan-alasan keberatan harus dibuat dengan jelas dan lengkap.

Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Keberatan atas hukuman disiplin diajukan malalui saluran hirarki, oleh sebab itu harus melalui pejabat yang berwenang menghukum. Pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu.

Ayat (2)

Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum mengirimkan sekaligus tanggapan, surat keberatan, dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum.
Pasal 20

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahan-bahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan.

Pasal 21

Ayat (1)

Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum baik dalam arti memperingan, memberatkan, atau membatalkan hukuman disiplin tersebut.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal ini berarti ia menerima keputusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus dijalankannya mulai hari ke 15 (lima belas).

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terutama dalam rangka usaha menyelamatkan kekayaan Negara, maka jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b perlu dilaksanakan dengan segera.

Pasal 23 sampai dengan Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-baiknya, maka para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d wajib mengikuti dan memperhatikan keadaan yang berlangsung dalam lingkungannya masing-masing dan mengambil tindakan yang diperlukan tepat pada waktunya. Dalam hubungan ini maka para pejabat tersebut dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing, apabila ia mempunyai alasan-alasan yang kuat yang didasarkan pada keterangan-keterangan dan atau bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan.

Pasal 26 sampai dengan Pasal 32

Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3176

Tidak ada komentar:

Posting Komentar